Memaknai Hari Sumpah Pemuda 2025 Secara Spiritual dan Keagamaan
Hari Sumpah Pemuda bukan hanya sebuah peringatan historis yang mengingatkan bangsa Indonesia pada semangat persatuan di masa perjuangan, tetapi juga momentum batiniah yang dapat dimaknai secara spiritual dan keagamaan. Di balik ikrar sakral “Bertumpah darah satu, berbangsa satu, berbahasa satu: Indonesia,” tersimpan pesan mendalam tentang keutuhan jiwa, kemurnian niat, dan kesadaran spiritual manusia terhadap nilai-nilai kebersamaan yang suci.
Secara spiritual, Sumpah Pemuda adalah cermin dari perjalanan batin manusia menuju kesatuan jiwa. Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali manusia terpecah oleh ego, keserakahan, dan perbedaan pandangan. Namun melalui semangat Sumpah Pemuda, kita diajak untuk kembali menyatukan kesadaran—menyatukan hati yang tercerai-berai oleh kepentingan pribadi menjadi satu niat luhur untuk kebaikan bersama. Di sinilah letak nilai spiritualnya: sebuah panggilan untuk bangkit dari perpecahan menuju persaudaraan sejati, dari egoisme menuju cinta kasih universal.
Kesatuan dalam Sumpah Pemuda bukan semata-mata kesatuan geografis atau bahasa, melainkan juga kesatuan jiwa dan semangat. Dalam pandangan spiritual, setiap manusia adalah percikan dari sumber cahaya yang sama. Maka, saat para pemuda berikrar satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa, sesungguhnya mereka sedang menyatakan satu kesadaran spiritual bahwa perbedaan lahiriah tidak boleh memisahkan hakikat persaudaraan batin. Kita semua berasal dari Sang Pencipta yang satu, dan tujuan akhir kita pun sama: kembali kepada-Nya dengan hati yang bersih dan niat yang tulus.

Sementara dari sisi keagamaan, Sumpah Pemuda dapat dimaknai sebagai bentuk manifestasi dari ajaran moral dan etika universal yang diajarkan oleh agama-agama besar. Dalam Islam, misalnya, persatuan dan ukhuwah (persaudaraan) adalah nilai utama yang dijunjung tinggi. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah SWT agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10). Ayat ini menegaskan bahwa kekuatan umat bukan terletak pada jumlah, melainkan pada keutuhan hati dan kesatuan tujuan.
Spirit Sumpah Pemuda sejalan dengan nilai ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan) dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan). Ketika para pemuda pada 28 Oktober 1928 menyatukan visi mereka tanpa memandang suku, agama, atau bahasa, mereka sejatinya telah menjalankan ajaran agama tentang pentingnya menjaga tali persaudaraan, menjauhi perpecahan, dan memperjuangkan keadilan. Dalam setiap agama, cinta tanah air juga dipandang sebagai bentuk rasa syukur dan tanggung jawab terhadap anugerah Tuhan yang Maha Esa.
Lebih dalam lagi, secara spiritual-religius, peringatan Sumpah Pemuda dapat menjadi momen untuk melakukan refleksi diri: sudahkah kita menjadi pemuda yang menebarkan kedamaian, kejujuran, dan kebaikan? Sudahkah kita menghidupkan nilai-nilai luhur yang pernah dinyatakan oleh para pendahulu dengan penuh pengorbanan? Karena makna sumpah sejati bukan hanya diucapkan oleh lisan, tetapi diwujudkan oleh tindakan yang lahir dari ketulusan hati.
Pemuda yang beriman dan berjiwa spiritual adalah mereka yang mampu menjaga integritas moral di tengah arus globalisasi, yang mampu menyinari lingkungannya dengan semangat kasih, kerja keras, dan doa. Mereka sadar bahwa perjuangan zaman kini bukan lagi mengangkat senjata, tetapi menegakkan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan cinta terhadap sesama manusia.
Dengan demikian, memaknai Hari Sumpah Pemuda secara spiritual dan keagamaan berarti menumbuhkan kesadaran bahwa persatuan bukan hanya tanggung jawab sosial, tetapi juga ibadah batin. Persatuan adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui cinta kepada sesama. Ini adalah sumpah suci yang hidup dalam nurani bangsa—bahwa selama kita masih bersatu dalam kebaikan, semangat Sumpah Pemuda akan terus menyala, menerangi jalan menuju bangsa yang beriman, beradab, dan diberkahi.
Apabila dihayati dengan hati yang tenang, Sumpah Pemuda menjadi bukan sekadar peristiwa sejarah, melainkan ziarah spiritual menuju makna keikhlasan, kebersamaan, dan pengabdian kepada Tuhan serta tanah air. Ia mengajarkan bahwa mencintai Indonesia dengan tulus adalah bagian dari mencintai ciptaan-Nya. Dan di sanalah letak kesempurnaan makna Sumpah Pemuda—sebagai janji suci, bukan hanya di bumi, tetapi juga di langit.
By: Ki Ageng Sambung Bhadra Nusantara



