Enggan Ikuti Kenaikan UMP 6,5%, Pelabuhan Terbesar di Dunia JICT dan TPK Koja,
“Ternyata Upah Buruh Lebih Rendah dari Perusahaan Kecil di Indonesia”,
Jakarta, 24 Januari 2025, TKBM News – Di tengah sorotan publik terhadap kebijakan pengupahan nasional, operator pelabuhan terbesar di Indonesia, JICT (Jakarta International Container Terminal) dan TPK Koja, menjadi perhatian karena tidak mengikuti kebijakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% yang dicanangkan oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Tenaga Kerja Bongkar Muat Indonesia (SP TKBM Indonesia), yang juga Koordinator Nasional Aliansi Buruh Pelabuhan Indonesia, menyatakan kekecewaannya atas ketidakmampuan JICT dan TPK Koja untuk menyesuaikan upah buruhnya.
“Ini sangat ironis. Sebagai operator pelabuhan terbesar yang memberikan gaji pegawainya hingga puluhan bahkan ratusan juta rupiah per bulan, mereka justru tidak mampu memenuhi kenaikan UMP sebesar 6,5% bagi buruh pelabuhan. Padahal, perusahaan bongkar muat kecil di Indonesia mampu menjalankan kebijakan pemerintah ini,” ungkapnya dalam keterangan pers hari ini.
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa gaji buruh di JICT dan TPK Koja pada tahun 2025 justru lebih rendah dibandingkan perusahaan-perusahaan kecil lainnya yang konsisten mengikuti kebijakan pro-rakyat terkait upah. Kondisi ini, menurutnya, mencerminkan kurangnya komitmen perusahaan besar terhadap kesejahteraan buruh yang merupakan tulang punggung operasional pelabuhan.
“Presiden Prabowo telah menegaskan pentingnya keadilan dan peningkatan kesejahteraan buruh melalui kebijakan UMP. Namun, implementasinya di JICT dan TPK Koja belum sesuai harapan. Ini menjadi pukulan bagi buruh pelabuhan yang sudah bekerja keras mendukung kelancaran logistik nasional,” tambahnya.
Serikat pekerja juga mendesak agar pihak JICT dan TPK Koja segera meninjau ulang kebijakan pengupahan mereka dan menunjukkan tanggung jawab sebagai pemimpin industri pelabuhan di Indonesia. Selain itu, mereka berharap pemerintah dan pemangku kepentingan terkait turun tangan untuk memastikan kebijakan UMP 6,5% benar-benar diimplementasikan di semua sektor, termasuk di pelabuhan-pelabuhan utama.
Dengan semakin meningkatnya ketidakpuasan buruh, potensi aksi solidaritas dari Aliansi Buruh Pelabuhan Indonesia kini menjadi hal yang dinantikan. “Kami tidak menutup kemungkinan mengambil langkah-langkah lanjutan jika tidak ada perbaikan yang signifikan. Keadilan harus ditegakkan,” tegasnya.
Masalah ini menjadi peringatan bagi industri pelabuhan untuk lebih serius memperhatikan kesejahteraan buruh sebagai bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional menuju Indonesia Emas 2045.