Buruh Pelabuhan Tuntut Perhatian pada Upah Sektoral
Perlunya Keterwakilan Dewan Pengupahan dari SP TKBM Indonesia (Buruh Pelabuhan)
Jakarta, 9 Januari 2025,-TKBM News,
Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Tenaga Kerja Bongkar Muat Indonesia (SP TKBM Indonesia) dan Koordinator Nasional Aliansi Buruh Pelabuhan Indonesia, Subhan Hadil, menyerukan perhatian serius terhadap penetapan upah buruh pelabuhan atau TKBM di Indonesia. Ia menegaskan bahwa pekerja pelabuhan merupakan bagian dari sektor dengan ketentuan upah sektoral, yang seharusnya dibahas dan ditetapkan oleh Dewan Pengupahan sesuai aturan.
Namun, menurut Subhan, kondisi saat ini masih jauh dari ideal. “Penetapan upah sektoral bagi buruh pelabuhan sangat kurang mendapat perhatian dari Dewan Pengupahan, baik di tingkat kota/kabupaten maupun provinsi. Salah satu penyebabnya adalah ketiadaan perwakilan dari SP TKBM Indonesia atau buruh pelabuhan dalam Dewan Pengupahan,” ujarnya di Jakarta.

Ia menyoroti bahwa ketidakhadiran perwakilan buruh pelabuhan dalam Dewan Pengupahan membuat proses negosiasi dan penetapan upah sektoral tidak berpihak pada kesejahteraan buruh. “Akibatnya, banyak buruh pelabuhan yang menerima upah di bawah ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP). Padahal, pemerintah sudah menetapkan kenaikan minimum UMP 2025 sebesar 6,5%. Bahkan, itu pun masih menjadi tantangan besar untuk diterapkan oleh perusahaan di sektor pelabuhan,” lanjutnya.
Harapan untuk Perubahan di Tahun 2025
Subhan menekankan pentingnya keterwakilan SP TKBM Indonesia atau buruh pelabuhan dalam Dewan Pengupahan di setiap daerah yang memiliki pelabuhan, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. “Mulai tahun 2025, kami berharap setiap daerah yang memiliki pelabuhan wajib menyertakan perwakilan dari SP TKBM Indonesia atau buruh pelabuhan dalam Dewan Pengupahan. Ini adalah langkah krusial untuk memastikan suara buruh pelabuhan didengar dan diperhatikan,” tegasnya.
Upah Buruh Pelabuhan Masih Rendah
Selain itu, Subhan mengungkapkan bahwa upah buruh pelabuhan di Indonesia saat ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan standar internasional maupun negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. “Jika dibandingkan dengan pekerja pelabuhan di negara lain, buruh pelabuhan Indonesia menerima upah yang jauh lebih rendah. Seharusnya ada standar upah yang mengikuti standar internasional untuk sektor pelabuhan, mengingat peran strategis mereka dalam mendukung ekonomi nasional,” jelasnya.
Ia juga menyoroti adanya indikasi keengganan perusahaan pelabuhan untuk mengikuti kenaikan upah minimum sebesar 6,5% yang telah ditetapkan pemerintah. “Padahal itu kenaikan minimum, mestinya buruh pelabuhan memiliki standar upah yang lebih layak. Proses penetapan upah buruh pelabuhan di tahun 2025 ini masih berliku dan membutuhkan perhatian serius dari pemerintah dan pihak terkait,” tambahnya.
Seruan kepada Pemerintah
Dalam pernyataannya, Subhan meminta pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk memberikan perhatian lebih besar terhadap buruh pelabuhan. “Kami berharap ada komitmen nyata dari pemerintah untuk mengawasi dan memastikan hak-hak buruh pelabuhan terpenuhi. Selain itu, perlu ada regulasi yang lebih mendukung keterlibatan buruh pelabuhan dalam proses penetapan upah sektoral,” tutupnya.
Dengan kondisi yang ada, buruh pelabuhan di Indonesia berharap tahun 2025 menjadi momentum untuk perbaikan kebijakan dan kesejahteraan mereka, demi tercapainya keadilan bagi pekerja yang menjadi tulang punggung logistik nasional.



